Rabu, 20 November 2013

Ketika Bohong Berada Di Sekitar Kita



BOHONG bukanlah hal yang bisa disepelekan, dilakukan olehsiapapun dan dampaknya sangat buruk. Karena dengan bohonglah, dosa dan kemungkaran sulit dibongkar. Bohong akan mempersulit terbukanya pintu taubat.  Karena pertaubatan dimulai dari penyesalan. Dan penyesalan berawal dari pengakuan seseorang terhadap kesalahan yang dilakukannya. Jika kesalahan ditutupi dengan bohong, maka akan semakin jauhlah penyesalan, apalagi pertaubatan.
Dari bohong pertama, selanjutnya bohong-bohong berikutnya. Dan Rasulullah bersabda : “Dan jauhilah oleh kalian bohong. Karena bohong itu menunjukkan pada dosa-dosa. Dan dosa-dosa itu menujukkan ke neraka. Seseorang terus berbohong dan terus memilihnya, hingga ditulis di sisi Allah sebagai pembohong!” (HR. Muslim)
Alangkah sengsaranya keluarga jika para penghuninya telah terjangkiti penyakit bohong. Suami berbohong, istri berbohong dan anak-anak meniru. Dosa dan kesalahan terlindungi oleh kemasan bohong.
Jadi, bagaimana cara mengatasinya?
Berikut ini tips langsung dari Nabi untuk mengatasi bohong
Zaid bin Aslam menyampaikan bahwa Khawat bin Jubair bercerita:
Kami bersama Rasulullah SAW. berhenti di Marr Adz Dzahran. Aku keluar dari tendaku, aku lihat para wanita yang sedang berbincang. Mereka membuatku kagum. Maka aku kembali dan mengambil tas. Darinya aku keluarkan pakaian yang bagus untuk aku pakai. Aku datangi mereka dan duduk bersama mereka.
Rasulullah SAW. terlihat keluar dari tendanya.
Beliau bertanya: Abu Abdillah apa yang membuatmu duduk bersama mereka?
Maka ketika aku lihat Rasulullah SAW, aku merasakan kewibawaan beliau.
Dalam keadaan panik, aku jawab: Ya Rasulullah, untaku lepas. Aku sedang mencari tali kekangnya, tapi ia pergi. Akupun mengikutinya.

Beliau melemparkan seledangnya kepadaku dan masuk ke antara pepohanan. Aku seperti bisa melihat putih perutnya di antara hijaunya pepohonan. Setelah selesai buang air, beliau pun berwudhu. Air nampak mengalir dari jenggotnya ke dadanya. Beliau mendatangiku dan bertanya: Abu Abdillah, bagaimana kabar untamu yang lepas?
Kami pun berangkat melanjutkan perjalanan. Tidaklah beliau menemuiku di sepanjang perjalanan kecuali berkata: Assalamu alaik Abu Abdillah, bagaimana kabar untamu yang lepas?
Ketika aku merasakan (ketidaknyamanan) itu, aku bersegera masuk ke kota Madinah, menghindari masjid dan menghindari duduk bersama Nabi SAW.
Begitulah berlalu beberapa lama. Hingga ketika aku lihat masjid sedang kosong, aku pun masuk ke masjid. Aku shalat. Tiba-tiba, Rasul terlihat keluar dari salah satu kamarnya. Beliau shalat dua rakaat singkat. Aku memperpanjang shalatku dengan harapan beliau pergi dan meninggalkan saya.

Beliau berkata: Panjangkanlah sesukamu Abu Abdillah. Aku tidak akan pergi hingga kamu selesai.
Akupun berkata dalam hati: Demi Allah, aku akan meminta maaf ke Rasulullah SAW. dan menyenangkan hati beliau.(selesai shalat) aku berkata: Demi yang mengutusmu dengan benar, unta itu tidak pernah lepas sejak aku masuk Islam.
Beliau berkata: Semoga Allah merahmatimu… Semoga Allah merahmatimu… Semoga Allah merahmatimu.
Dan beliau tidak lagi membahas tentang unta. (HR. Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir, Abu Nu’aim al Ashbahani dalam Ma’rifah al Shahabah)
Khawat jelas tahu bahwa dia berbohong. Karena jelas dia hanya ingin mengobrol dengan wanita-wanita cantik itu. Dan Rasulullah juga tahu bahwa Khawat bohong.Target besar Rasul adalah menghilangkan bohong agar tidak menjadi kebiasaan. Bukan mempermalukan apalagi menghukum untuk melampiaskan kemarahan.
Maka berikut ini tips nabawiyah untuk mengatasi bohong berdasarkan kisah di atas:
Pertama, pilihlah orang yang mempunyai wibawa di hadapan pelaku bohong. Karena hanya yang punya wibawa, yang mampu menghilangkan kebohongan dengan cepat. Seperti kalimat Khawat bin Jubair bahwa sekadar melihat Rasul, pancaran wibawa itu telah menegurnya tanpa kata.
Kedua, jangan menjatuhkan harga dirinya. Apalagi di depan banyak orang. Rasul tidak menegur Khawat di hadapan para wanita itu. Rasul juga tidak mendesak dengan kalimat yang menjatuhkan, saat Khawat menjawab dengan panik.
Ketiga, jadikan jawaban bohong itu sebagai pintu teguran berulang kali. Rasul seakan percaya kalimat Khawat. Karena belum juga ada bukti yang menguatkan bahwa Khawat bohong. Saat Rasul berkali-kali menanyakan jawaban Khawat tentang unta yang lepas, sesungguhnya itu teguran Rasul. Dan Khawat merasakan itu.
Keempat, sabarlah, mungkin tidak tuntas sehari. Perjalanan itu menempuh beberapa hari. Rasul bersabar dan tidak harus selesai hari itu. Begitulah hingga beberapa hari di Madinah pun, Rasul tetap bersabar.
Kelima, tunggu waktu yang tepat untuk menuntaskan. Rasul tahu persis bahwa Khawat sudah merasa bersalah besar, apalagi kebohongan itu dilakukan terhadap orang yang dikaguminya. Khawat yang selalu menghindari Nabi semakin menguatkan bahwa Khawat telah tersiksa dengan kebohongannya sendiri. Maka sudah saatnya untuk dituntaskan. Karena kebohongannya telah menyesakkan nafasnya. Dan pasti dia ingin segera melepaskan diri dari ketidaknyamanan ini.
Keenam, tunjukkan jaminan kenyamanan, kalau dia mau mengaku. Di tengah Khawat ingin segera melepaskan diri dari belenggu bohong. Dia menemukan oase nyaman untuk mengakui kesalahan. Bagaimana tidak, Rasul tidak menunjukkan muka yang masam dan marah. Rasul tidak mengeluarkan kata ancaman.
Ketujuh, jika telah mengaku, tak usah dibahas lagi. Khawat pun mengaku. Dan subhanallah, Rasul tidak membahas mengapa kemarin ia berbohong. Tidak juga membahas lagi tentang jawaban bohong itu.
Kedelapan, tutuplah dengan doa. Indah sekali. Saat orang mengakui kesalahannya, ada bercampur aduk rasa. Dari mulai merasa bersalah, malu hingga takut. Semoga Allah merahmatimu, begitulah embun pembasuh semuanya. Tak hanya sekali. Bahkan Rasul mengatakannya hingga tiga kali. Sumber Islampos [BudiAshari/parentingnabawiyah)